ayo Belajar....!!!!!

Semangat bersama mencari Penghuni otak yang Baik....biar Seru kawan....!!!!

Minggu, 19 Juni 2011

“Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Kanker Serviks Dengan Sikap Ibu Untuk Melakukan Tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)”

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker merupakan penyebab kematian kedua di dunia (WHO, 2005) dan penyebab kematian yang kelima di Indonesia (Survei Kesehatan Rumah Tangga, 2001), sedangkan menurut Departemen Kesehatan (2001) merupakan penyeban kematian nomor satu dari keseluruhan kanker. Kanker yang terbanyak dialami wanita Indonesia adalah Kanker Serviks (36 % dari semua kanker pada wanita) dan 70 % ditemukan dalam tahap lanjut. Tingginya angka ini biasanya disebabkan oleh rendahnya pengetahuan dan kesadaran akan bahaya Kanker Serviks. Kanker serviks atau mulut rahim merupakan penyebab utama kematian karena kanker di kalangan perempuan di Indonesia. Hal ini disebabkan mayoritas penderita datang untuk berobat ketika keadaan kesehatannya telah kritis atau ketika penyakitnya sudah stadium lanjut.
Kejadian kanker serviks di Kota Malang merupakan kanker tertinggi pada tahun 2006, kejadian kanker serviks sebesar 141 kasus (14,1 %) dari total kasus kanker tapi di tahun 2007 ditemukan 226 kasus (22,6%) dari total 999 kasus dengan rata-rata saat ini adalah 200 kasus baru (20%) dalam setahun. (Maisyah, 2008).
Kanker mulut rahim adalah Kanker yang terjadi pada servik uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina). Layaknya semua kanker, kanker mulut rahim terjadi ditandai dengan adanya pertumbuhan sel-sel pada mulut rahim yang tidak lazim (abnormal). Tetapi sebelum sel-sel tersebut menjadi sel-sel kanker, terjadi beberapa perubahan yang dialami oleh sel-sel tersebut. Perubahan sel-sel tersebut biasanya memakan waktu sampai bertahun-tahun sebelum sel-sel tadi berubah menjadi sel-sel kanker. Selama jeda tersebut, pengobatan yang tepat akan segera dapat menghentikan sel-sel yang abnormal tersebut sebelum berubah menjadi sel kanker. (http://obormedia.com/ diakses 25 Mei 2010)
Penyebab dari kanker ini adalah virus yang dikenal sebagai Human Papilloma Virus (HPV) yaitu sejenis virus yang menyerang manusia. Terdapat 100 tipe HPV dimana sebagian besar tidak bahaya, tidak menimbulkan gejala yang terlihat dan akan hilang dengan sendirinya. Infeksi HPV paling sering terjadi pada kalangan dewasa muda (18-28 tahun). Perkembangan HPV ke arah kanker serviks pada infeksi pertama tergantung dari jenis HPV-nya. HPV tipe resiko rendah atau tinggi dapat menyebabkan kelainan yang disebut pra kanker. Tipe HPV yang beresiko rendah hampir tidak beresiko tapi dapat menimbulkan Genetalia Warts (penyakit kutil kelamin). Walaupun sebagian besar infeksi HPV akan sembuh dengan sendirinya dalam 1-2 tahun karena adanya sistem kekebalan tubuh alami, namun infeksi yang menetap yang disebabkan oleh HPV tipe tinggi dapat mengarah pada kanker serviks. Buruknya gaya hidup seseorang dapat menjadi penunjang meningkatnya jumlah penderita kanker ini. Kebiasaan merokok, kurang mengkonsumsi vitamin C, vitamin E dan asam folat dapat menjadi penyebabnya. Jika mengkonsumsi makanan bergizi akan membuat daya tahan tubuh meningkat dan dapat mengusir virus HPV. (http://www.beritaterkinionline.com/2009 diakses 24 Mei 2010)
Sering kali kanker serviks ini tidak menimbulkan gejala tetapi jika sudah berkembang menjadi kanker serviks, barulah muncul gejala-gejala seperti perdarahan serta keputihan pada organ reproduksi yang tidak normal, sakit saat buang air kecil dan rasa sakit saat berhubungan seksual. Wanita yang berhubungan seksual dibawah usia 20 tahun serta sering berganti pasangan beresiko tinggi terkena infeksi. Namun hal ini tak menutup kemungkinan akan terjadi pada wanita yang telah setia pada satu pasangan saja. Gejala kanker serviks pada kondisi pra-kanker ditandai dengan ditemukannya sel-sel abnormal di bagian bawah serviks yang dapat dideteksi melalui tes Pap Smear, atau yang baru-baru ini disosialisasikan yaitu dengan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA).
Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) pertama kali diperkenalkan oleh Hinselman (1925), dilakukan dengan cara melihat langsung leher rahim yang telah dioles dengan larutan asam asetat 3 hingga 5 persen. Jika tidak ada perubahan warna atau tidak muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan dinyatakan negatif. Sebaliknya, jika leher rahim berubah warna menjadi merah dan timbul plak putih, maka dinyatakan positif lesi (pucat) atau kelainan prakanker. Terdapat empat kategori yang dapat diketahui dari hasil pemeriksaan dengan metode IVA. Pertama, IVA negatif, artinya tidak ada tanda atau gejala kanker mulut rahim atau serviks normal. Kedua, IVA radang, artinya serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya seperti polip serviks. Ketiga, IVA positif yaitu ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan screening kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis serviks prakanker. Dan keempat, IVA kanker serviks, ini pun masih memberikan harapan hidup bagi penderitanya jika masih pada stadium invasive dini. (http://harianjoglosemar.com diakses 26 Mei 2010)
Berdasarkan data hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Dinas Kesehatan Kota Malang didapatkan bahwa jumlah penduduk wanita usia subur di Kelurahan Kedungkandang sebanyak 3007 orang dan terdapat Pasangan Usia Subur sebanyak 3013 pasangan. Hasil kegiatan pemeriksaan deteksi dini kanker serviks dengan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) per Januari-Mei 2010 di Kota Malang dengan hasil IVA negatif sebanyak 153 kasus dan IVA positif sebanyak 11 kasus, sedangkan di Kelurahan Kedungkandang dengan hasil pemeriksaan IVA negatif sebanyak 29 kasus dan hasil IVA positif sebanyak 2 kasus.
Dalam upaya memerangi kanker servik di masyarakat banyak menemui kendala. Masalah dalam upaya pemeriksaan kanker serviks dengan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) adalah keengganan para perempuan diperiksa karena malu. Penyebab lain seperti keraguan akan pentingnya pemeriksaan, kurangnya pengetahuan tentang pentingnya pemeriksaan, ketidaktahuan yang dilakukan saat pemeriksaan, serta ketakutan merasa sakit pada pemeriksaan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa sikap untuk merespon suatu obyek yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada sikap yang tidak didasari oleh pengetahuan. Namun banyaknya masalah yang berkaitan dengan masyarakat tersebut dapat dihilangkan melalui pendidikan terhadap pasien dan hubungan yang baik antara dokter, bidan atau tenaga kesehatan lainnya untuk memberikan edukasi tentang kanker serviks. Dengan begitu banyaknya angka kejadian kanker serviks, sepatutnya bidan sebagai tenaga kesehatan terdepan dalam menurunkan angka kejadian kanker serviks dengan metode yang sederhana yaitu tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat).

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Adakah hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang kanker serviks dengan sikap ibu untuk yang melakukan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang kanker serviks dengan sikap ibu untuk melakukan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat).
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang kanker serviks
2. Untuk mengetahui sikap ibu untuk melakukan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
3. Untuk mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang kanker serviks dengan sikap ibu untuk melakukan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat).

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Sebagai suatu pengalaman penelitian dan pengembangan wawasan terhadap bidang Kebidanan serta melengkapi tugas akhir pembelajaran.
1.4.2 Bagi Institusi
1. Mengembangkan ilmu untuk meningkatkan prestasi khususnya dalam kebidanan pada mahasiswa kebidanan dan mahasiswa pendidikan kesehatan lainnya.
2. Sebagai referensi atau masukan bagi pembaca untuk melakukan penelitian selanjutnya.
1.4.3 Bagi Masyarakat yang Diteliti
Memberikan informasi kepada masyarakat luas terutama pada kaum wanita tentang bahaya kanker mulut rahim (kanker serviks) dengan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat).
1.4.4 Bagi Peneliti Berikutnya
Dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan tingkat pengetahuan dengan perilaku dalam melaksanakan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Konsep Pengetahuan
2.1.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tau dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu, (Notoatmodjo, 2009). Pengindraan yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia, sebagai hasil penggunaan panca indra yang berbeda sekali dengan kepercayaan (believe), takhayul (supertition) dan pemasangan penerangan yang keliru (missinformation), (Soekarno, 2009).
Pengetahuan merupakan hasil yang didapat dari suatu objek yang telah diketahui melalui panca indra.
2.1.1.2 Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2009) pengetahuan di dalam domain kognitif dibagi menjadi 6 tingkatan, yaitu:
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yg dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tingkat ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Untuk mengetahui dan mengukur bahwa orang tahu apa yang telah dipelajari, maka digunakan kata kerja, antara lain: menyebutkan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3) Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya (real). Aplikasi disini dapat diartikan dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
4) Analisa (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyebarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari pengguna kata kerja, seperti dapat digambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5) Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru atau dengan kata lain menyusun formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap tori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang sudah ada.
2.1.1.3 Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2009), cara memperoleh pengetahuan ada 2, yaitu:
1) Cara Kuno / Cara Non Ilmiah
a. Cara coba salah
Yaitu cara tradisional yang pernah digunakan dalam memperoleh pengetahuan cara ini digunakan sebelum ada peradaban sebagai usaha pemecahan masalah. Menggunakan kemungkinan pemecahan masalah dan apabila tidak berhasil maka akan dicoba kemungkinan yang lain.
b. Cara kekuasaan / otoritas yaitu cara kebiasaan
Kebiasaan atau tradisi yang dilakukan untuk orang-orang tanpa melalui pengalaman dan kebiasaan-kebiasaan ini seolah-olah diterima dengan sumbernya sebagai kebenaran mutlak.
c. Berdasarkan pengamatan
Yaitu suatu upaya untuk memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah dialami dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.
2) Cara Modern / Cara Ilmiah
Metode yang digunakan cara baru / modern dalam memperoleh pengetahuan yang lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Dimana pengetahuan ini diperoleh dengan mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan obyek yang diamatinya.
2.1.1.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ada 2, yaitu: (Notoatmodjo, 2009)
1) Faktor internal yang terdiri dari :
a) Usia
Dengan bertambahnya usia maka tingkat pengetahuan akan berkembang sesuai pengetahuan yang pernah di dapat juga dari pengalaman.
b) Intelegensia
Yaitu dengan tingginya intelegensia orang dapat bertindak cepat, tepat, dan mudah dalam mengambil keputusan, sesorang yang mempunyai intelegensia yang rendah akan bertingkah laku lambat dalam pengambilan keputusan.
2) Faktor eksternal yang terdiri dari :
a) Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap pengetahuan. Seseorang berpendidikan tinggi pengetahuannya akan berbeda dengan orang berpendidikan rendah.
b) Lingkungan
Seseorang yang hidup dalam lingkungan yang berpikir luas maka pengetahuannya akan lebih baik dari pada orang yang tinggal di lingkungan yang berpikir sempit.
c) Pekerjaan
Seseorang yang bekerja pengetahuannya akan lebih luas dari pada seseorang yang tidak bekerja karena dengan berkerja seseorang akan banyak mendapat informasi dan pengalaman.
d) Sosial Budaya
Seseorang yang hidup dalam heterogenitas sosial dan budaya yang berpengaruh turun menurun itu tinggi, maka pengetahuannya akan lebih baik dari pada orang yang tinggal di heterogenitas yang rendah yang berpikiran sempit.

2.1.2Konsep Kanker Serviks
2.1.2.1 Pengertian
Kanker serviks (Kanker Leher Rahim) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam serviks / leher rahim (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina). Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. 90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim.(Amalia, 2009).
Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks. Pada saat ini sedang dilakukan penelitian vaksinasi sebagai upaya pencegahan dan terapi utama penyakit ini di masa mendatang. Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif dan sekaligus prediksi prognosisnya.(Prawirohardjo, 2009 )
2.1.2.2 Etiologi
Sel kanker serviks pada awalnya berasal dari sel epitel serviks yang mengalami mutasi genetik sehingga mengubah perilakunya. Keadaan yang menyebabkan mutasi genetik yang tidak dapat diperbaiki akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan kanker ini. Berbeda dengan penyakit lain pada umumnya, kanker serviks uteri adalah penyakit yang fatal sehingga tidak etis untuk melakukan percobaan klinis pada manusia. Observasi untuk mencari penyebabnya terus berkembang mulai dari 150 tahun yang lalu dimana kaum biarawati jarang menderita kanker serviks hingga akhir-akhir ini pada infeksi HPV tipe tetentu.(Prawirohardjo, 2009)
1) Human Papilloma Virus (HPV)
Hubungan antara infeksi HPV dengan kanker serviks pertama kali dicetuskan oleh Harold zur Hassen pada tahun 1980. Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi virus HPV (Human Papilloma Virus). Lebih dari 90% kanker serviks berhubungan dengan HPV tipe 16. Penyebaran virus ini terutama melalui hubungan seksual. Virus ini menginfeksi membrana basalis pada daerah metaplasia dan zona transformasi serviks. Setelah menginfeksi sel epitel serviks sebagai upaya untuk berkembang biak, virus ini akan meninggalkan sekuensi genomnya pada sel inang. Dewasa ini infeksi HPV cenderung terus meningkatdan terus dilakukan usaha-usaha untuk mengidentifikasikasi tipe virus ini. Dari hasil pemeriksaan sekuensi DNA yang berbeda hingga saat ini dikenal lebih dari 200 tipe HPV. Kebanyakan infeksi HPV bersifat jinak.
2) Merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinoma baik yang dihisap sebagai rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic hydrocarbons heterocyclic amine yang sangat karsinogen dan mutagen, sedang bila dikunyah menghasilkan netrosamine. Bahan yang berasal dari tembakau yang dihisap terdapat digetah serviks wanita perokok dan dapat menjadi ko karsinogen infeksi virus, bahkan membuktikan bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan kerusakan DNA epitel serviks sehingga dapat menyebabkan neoplasma serviks.
3) Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini
Aktivitas seksual terlalu muda (usia <18 tahun). 4) Berganti-ganti pasangan seksual Infeksi ini terjadi melalui kontak langsung. Pemakaian kondom tidak cukup aman untuk mencegah penyebaran virus ini karena kondom hanya menutupi sebagian organ genital saja sementara labia, skrotum, dan daerah anal tidak terlindungi. Jumlah pasangan seksual yang tinggi (>4 orang), dan juga resiko meningkat bila ia berhubungan dengan pria beresiko tinggi atau yang mengidap kondiloma akuminata.
5) Gangguan sistem kekebalan
6) Pemakaian pil KB
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 4 tahun dapat maningkatkan resiko 1,5-2,5 kali.
7) Infeksi herpes genitalis atau infeksi clamidia menahun
8) Golongan ekonomi lemah dan pengetahuan rendah (karena tidak mampu melakukan skrining secara rutin)
2.1.2.3 Tanda dan Gejala
Perubahan kanker serviks biasanya tidak menimbulkan gejala dan perubahan ini tidak terdeteksi kecuali jika wanita tersebut menjalani pemeriksaan panggul dan skrining. Gejala awal yang baru muncul, antara lain : (Prawirohardjo, 2009)
1) Adanya sekret vagina yang agak banyak dan kadang-kadang dengan bercak perdarahan
2) Perdarahan vagina yang abnormal, terutama diantara 2 menstruasi, setelah melakukan hubungan seksual dan setelah menopause
3) Menstruasi abnormal (lebih lama dan lebih banyak)
4) Keputihan yang menetap dengan cairan yang encer, berwarna pink, coklat, mengandung darah atau hitam serta berbau busuk.
Gejala dari kanker servik stadium lanjut, antara lain : (Amalia, 2009)
1) Nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, kelelahan
2) Nyeri panggul, punggung, punggung atau tungkai
3) Dari vagina keluar air kemih atau tinja
4) Patah tulang (fraktur).
2.1.2.4 Stadium
Stadium kanker serviks ditentukan melalui pemeriksaan klinik dan sebaiknya dilakukan dibawah pengaruh anestesia umum. Penentuan stadium ini harus mempunyai hubungan dengan kondisi klinis, didukung oleh bukti-bukti klinis dan sederhana.
Penentuan stadium kanker serviks menurut International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) masih berdasarkan pada pemeriksaan klinis praoperatif ditambah dengan foto toraks serta sistoskopi dan rektoskopi.
Tabel 2.1 Stadium Kanker Serviks
Stadium Ciri-ciri
Stadium 0 Karsinoma insitu, karsinoma intra epitelia
Stadium I Karsinoma masih terbatas di serviks (penyebaran ke korpus uteri diabaikan)
Stadium Ia Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik, lesi yang dapat dilihat secara langsung walau dengan invasi yang sangat superfisial dikelompokkan sebagai stadium 1b. Kedalaman invasi ke stroma tidak lebih dari 5mm dan lebarnya lesi tidak lebih dari 7mm.
Stadium Ia1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3mm dan lebar tidak lebih dari 7mm
Stadium Ia2 Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3mm tapi kurang dari 5mm dan lebar tidak lebih dari 7mm
Stadium Ib Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih dari 1a
Stadium Ib1 Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4mm
Stadium Ib2 Besar lesi secara klinis lebih dari 4cm
Stadium II Telah menyebar pada vagina, tetapi belum sampai 1/3 bawah atau infiltrasi ke parametrium belum mencapai dinding panggul
Stadium IIa Telah melibatkan vagina tapi belum melibatkan parametrium
Stadium IIb Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai dinding panggul
Stadium III Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan sampai dinding panggul
Stadium IIIa Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum mencapai dinding panggul
Stadium IIIb Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidroneprosis (gangguan fungsi ginjal)
Stadium IV Perluasan ke luar organ reproduktif
Stadium Ciri-ciri
Stadium IVa Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum
Stadium IVb Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul
Sumber : International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO),2000
2.1.2.5 Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut : (Amalia, 2009)
1) Pap smear
Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker secara akurat dan dengan biaya yang tidak terlalu mahal.
Hasil pemeriksaan Pap smear menunjukkan stadium dari kanker serviks:
• Normal
• Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas)
• Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas)
• Karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar)
• Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya)
2) Biopsi
Biopsi dapat dilakukan secara langsung tanpa bantuan anestesia dan dapat dilakukan secara rawat jalan. Lokasi biopsi sebaiknya dapat diambil dari jaringan yang masih sehat dan hindari biopsi jaringan nekrosis pada lesi besar.
3) Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
4) IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
Pemeriksaan yang pemeriksanya dokter/bidan/paramedis terlatih mengamati serviks yang telah diberi asam asetat/asam cuka 3-5% secara inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata langsung (mata telanjang).
2.1.2.6 Pengobatan
Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan rencana penderita untuk hamil lagi. Macam pengobatannya antara lain : (Amalia, 2009)
1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP (Loop Electrosurgical Excision Procedure).
Pada kanker invasif, dilakukan histerektomi dan pengangkatan struktur di sekitarnya (prosedur ini disebut histerektomi radikal) serta kelenjar getah bening.

2. Terapi penyinaran
Terapi penyinaran (radioterapi) ini efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya.
3. Kemoterapi
Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk menjalani kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat anti kanker bisa diberikan melalui suntikan IV atau Oral.
4. Terapi biologis
Digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh dalam melawan penyakit. Yang paling sering digunakan adalah interferon, yang bisa dikombinasikan dengan kemoterapi.
Atas dasar hal-hal tesebut diatas, dan dengan mempertimbangkan cost-effective dan maka WHO menyarankan sebagai berikut : (Ramli, 2007)
1) Skrining pada setiap wanita sekali dalam hidupnya pada wanita berumur 35-40 tahun
2) Kalau fasilitas tersedia, lakukan setiap 10 tahun pada wanita berumur 35-55 tahun
3) Kalau fasilitas tersedia lebih, maka lakukan setiap 5 tahun pada wanita berumur 35-55 tahun
4) Ideal atau jadual yang optimal, setiap 3 tahun pada wanita yang berumur 25-60 tahun

2.1.3 Konsep Sikap
2.1.3.1 Pengertian Sikap
Sikap merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). (Notoatmodjo, 2009).
Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar pada orang tersebut untuk respons atau berprilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya (Walgito, 2007).
Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap yang menjadi objek tadi. Jadi sikap senantiasa terarah terhadap suatu hal, suatu objek, tidak ada sikap tanpa objek. Sikap mungkin terarah terhadap benda-benda, orang-orang tetapi juga peristiwa, pandangan, lembaga, terhadap norma, nilai-nilai, dan lain-lain (Azwar, 2007).
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap dalam kehidupan sehari – hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap sutu stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindaka atau perilaku ( Mubarok, 2007).
Sikap adalah kesiapan merespons yang sifatnya positif atau negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten.
2.1.3.2 Struktur Sikap
Menurut Sunaryo (2009), struktur sikap memiliki tiga komponen :
1. Komponen kognitif (cognitive)
Dapat disebut juga komponen perseptual, yang berisi kepercayaan individu. Kepercayaan tersebut berhubungan dengan hal-hal bagaimana individu mempersepsi terhadap objek sikap, dengan apa yang dilihat dan diketahui (pengetahuan), pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan emosional dan informasi dari orang lain.
2. Komponen afektif (komponen emosional)
Komponen ini menunjuk pada dimensi emosional subyektif individu, terhadap obyek sikap, baik yang positif (rasa senang), maupun yang negatif (rasa tidak senang).
3. Komponen konatif
Disebut juga komponen perilaku yaitu komponen sikap yang berkaitan preisposisi atau kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapi.
2.1.3.3 Komponen Pokok Sikap
Sikap itu terdiri dari 3 komponen, antara lain :
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek.
Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek.
Artinya, bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).
Artinya, sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan).
2.1.3.4 Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmodjo (2009), sikap memiliki empat tingkatan, yaitu :
1. Menerima (receiving)
Pada tingkat ini, individu ingin dan memperhatikan rangsangan (stimulus) yang diberikan.
2. Merespon (responding)
Sikap individu yang dapat memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
3. Menghargai (valuing)
Sikap individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap individu yang bertanggung jawab dan siap menanggung segala resiko atas segala sesuatu yang telah dipilihnya.
2.1.3.5 Ciri-Ciri Sikap
Ciri-ciri sikap menurut Sunaryo (2009), yaitu :
1. Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari (learnability) dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan individu dalammenghadapi hubungan objek.
2. Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu sehingga dapat dipelajari.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan objek sikap.
4. Sikap dapat tertuju pada satu objek ataupun dapat tertuju pada sekumpulan/banyak objek.
5. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar.
6. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi sehingga membedakan dengan pengetahuan.
2.1.3.6 Macam – Macam Sikap
Menurut Azwar (2008), sikap terdiri dari :
1. Sikap Positif
Kecenderungan bertindak adalah solider, simpati, menyesuaikan diri terhadap norma.
2. Sikap Negatif
Kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, malas, dan tidak menyukai objek tertentu.
2.1.3.7 Pengukuran Sikap
Dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Secara langsung
Subyek secara langsung dimintai pendapat bagaimana sikapnya terhadap suatu masalah atau hal yang dihadapkan kepadanya. Jenis-jenis pengukuran sikap secara langsung yaitu :
a. Langsung berstruktur
Mengukur sukap dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun dalam suatu alat yang telah ditentukan dan langsung diberikan kepada subyek yang diteliti.
Contoh :
1). Pengukuran sikap dengan skala Bogardus
Menyusun pertanyaan berdasarkan jarak sosial.
2). Pengukuran sikap dengan skala Thurston
Mengukur sikap juga menggunakan metode “equal Appearing Intervals”. Skala yang telah disusun sedemikian rupa sehingga merupakan range dari yang menyenangkan (favorable) sampai tidak menyenangkan (unfavorable).
3). Pengukuran sikap dengan skala Likert
Responden diberikan pertanyaan dengan kategori jawaban yang telah dituliskan dan pada umumnya 1-5 kategori jawaban.
Sangat setuju (5), setuju (4), ragu-ragu (3), tidak setuju (2), sangat tidak setuju (1).
b. Langsung tak berstruktur
Pengukuran sikap yang sederhana dan tidak diperlukan persiapan mendalam. Misal : wawancara bebas, pengamatan langsung, survei.
2. Secara tidak langsung
Pengukuran sikap dengan menggunakan test, dengan menggunakan skala semantik-diferensial yang berstandar (Sunaryo, 2009).
2.1.3.8 Faktor – Faktor Pembentukan dan Perubahan Sikap
Menurut Azwar (2008), ada beberapa fakto dalam membentuk atau mengubah sikap individu, yaitu :
1. Pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Individu cenderung memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang lain yang dianggapnya penting.
3. Pengaruh Kebudayaan
Kita memiliki pola sikap dan perilaku tertentu dikarenakan kita mendapat reinforcement (penguatan, ganjaran) dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain.
4. Media Massa
Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap bagi hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuk sikap tertentu.
5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan sistem kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau konsep tersebut ikut berperan dalam menentukan sikap individu.
2.1.3.9 Cara Pembentukan Dan Perubahan Sikap
Menurut Azwar (2008), cara pembentukan dan perubahan sikap antara lain :
1. Adopsi
Kejadian dan peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus-menerus, lama-kelamaan secara bertahap diserap ke dalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.
2. Deferensiasi
Dengan berkembangnya intelegasia, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya.
3. Integrasi
Pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan satu hal tertentu.
4. Trauma
Trauma adalah pengalaman yang tiba-tiba mengejutkan yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman yang traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap.

2.1.3.10 Skala Sikap
Skala sikap ( attitude scales ) berupa kumpulan pernyataan – pernyataan mengenai suatu objek sikap. Salah satu sifat skala sikap adalah isi pernyatannya yang dapat berupa pernyataan langsung yang jelas tujuan ukurnya akan tetapi dapat pula berupa pertanyaan tidak langsung yang tampak kurang jelas tujuan ukurnya bagi responden. Respons individu terhadap stimulus ( pertanyaan – pertanyaan ) sikap yang berupa jawaban setuju atau tidak setuju ( Azwar, 2008).
• Pertanyaan favorable :
SS : 4
S : 3
RR : 2
TS : 1
STS : 0
• Pertanyaan unfavorable :
SS : 0
S : 1
RR : 2
TS : 3
STS : 4

Keterangan :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
RR : Ragu-Ragu
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
Skala Likert
Skala ini dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang tentang gejala atau masalah yang ada di masyarakat atau dialaminya (Aziz, 2007).
T= 50+10
Keterangan :
T : tingkat sikap responden
x : skor responden pada skala sikap menolak diubah menjadi skor T
x : skor kelompok
s : deviasi standar skor kelompok
Kriteria sikap :
Favourable : bila nilai T > mean T
Unfavourable : bila niali T < mean T Dalam bukunya Azwar (2008) menjelaskan bahwa Brannon meringkaskan beberapa faktor yang dapat menghambat pencurahan sikap melalui skala sikap, antara lain : 1. Setiap jawaban yang memiliki alternatif tertentu dan terbatas akan membatasi pula keleluasaan individu dalam mengkomunikasikan sikapnya. 2. Bahasa standar yang dapat diterima umum yang digunakan dalam skala sikap mungkin tidak mampu mengungkapkan reaksi – reaksi asli dan tipikal. 3. Pertanyaan – pertanyaan standar dan formal tidak mampu mengungkapkan kompleksitas, nuansa – nuansa, ataupun warna sesungguhnya dari sikap individu yang sebenarnya. 4. Dalam setiap kumpulan respons yang diberikan oleh manusia tentu sedikit – banyak akan terdapat eror atau kekeliruan. 5. Jawaban responden dipengaruhi oleh hasrat dan keinginan mereka sendiri akan penerimaan sosial, persetujuan sosial ( social approval ) dan keinginan untuk tidak keluar dari norma yang dapat diterima oleh masyarakat. 6. Situasi interviu sebelum pengukuran, situasi sewaktu penyajian skala, karakteristik pertanyaan sebelumya, harapan subjek mengenai tujuan pengukuran itu dan banyak lagi aspek yang ada dalam situasi pengungkapan sikap. 2.1.4 Konsep IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) 2.1.4.1 Pengertian Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah Pemeriksaan yang pemeriksanya dokter/bidan/paramedis terlatih mengamati serviks yang telah diberi asam asetat/asam cuka 3-5% secara inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata langsung (mata telanjang). Dengan metode ini juga dapat diidentifikasi lesi prakanker serviks, baik Lesi Intraepitel Serviks Derajat Tinggi (LISDT), maupun Lesi Intraepitel Serviks Derajat Rendah (LISDR). Adanya tampilan bercak putih setelah pulasan asam asetat mengindikasikan kemungkinan adanya lesi prakanker serviks. Metode ini relatif mudah dan dapat dilakukan oleh dokter umum, bidan atau perawat yang telah terlatih sehingga jumlah profesi bidan di Indonesia yang potensial dapat dilatih agar dapat melakukan skrining kanker serviks yaitu sejumlah 84.789 orang (Data Tahun 2004). 2.1.4.2 Manfaat dari Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) Dalam pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) mempunyai beberapa manfaat yaitu, antara lain : 1) Efektif (tidak jauh berbeda dengan uji diagnostik standar) 2) Lebih mudah dan murah 3) Peralatan yang dibutuhkan lebih sederhana 4) Hasilnya segera diperoleh sehingga tidak memerlukan kunjungan ulang 5) Cakupannya lebih luas 6) Pada tahap penapisan tidak dibutuhkan tenaga skriner untuk memeriksa sediaan sitologi 2.1.4.3 Teknik-teknik pelaksanaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat sebagai berikut : (Ramli, 2007) • Ruangan tertutup • Meja / tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi litotomi • Terdapat sumber cahaya untuk melihat serviks • Spekulum vagina • Asam asetat 3-5 % • Swab (lidi berkapas) • Sarung tangan Langkah-langkahnya, antara lain : 1. Berikan Inform consent untuk persetujuan tindakan. Pasien akan mendapatkan penjelasan tentang prosedur yang akan dijalankan. Pastikan privasi dan kenyamanan pasien tetap terjaga saat pemeriksaan. 2. Pasien dibaringkan dengan posisi litotomi (berbaring dengan dengkul ditekuk dan kaki melebar). 3. Genetalia akan dilihat secara visual apakah ada kelainan dengan bantuan pencahayaan yang cukup. 4. Spekulum (alat pelebar) dimasukkan ke vagina pasien secara tertutup, lalu dibuka untuk melihat serviks (leher rahim). 5. Cermati serviks dan lakukan penelitian : Apakah mencurigakan kanker. Bila tampilan serviks sudah dicurigai kanker, pemeriksaan IVA dengan memulas asam asetat tidak perlu dilanjutkan. 6. Dengan menggunakan pipet atau kapas. Larutan asam asetan 3-5 % diteteskan ke serviks. Asam asetat berfungsi menimbulkan dehidrasi sel yang membuat penggumpalan protein. 7. Diamkan hingga ±1 menit, reaksinya pada serviks sudah dapat dilihat. Akhirnya lakukan penilainan seperti pada tabel. Tabel. 2.2 Penilaian Tampilan Epitel pada Serviks Normal Licin,merah muda, bentuk porsio normal Atipik Servisitis (inflamasi,hiperemis) banyak fluor ektropion polip atau cervical wart Abnormal (indikasi Lesi Prakanker Serviks) Plak putih, epitel acetowhite (bercak putih) Kanker serviks Pertumbuhan seperti bungan kol, pertumbuhan mudah berdarah Sumber : Ramli, 2007 Gambar. 2.1 Tampilan Epitel Pada Serviks 2.1.5 Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Kanker Serviks Dengan Sikap Ibu Untuk Melakukan Tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) Menurut Roger dalam Notoatmojo (2009), pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perbedaan berbagai hasil penelitian mungkin disebabkan oleh perbedaan kondisi masyarakat, seperti tingginya arus informasi yang diterima masyarakat setempat. Rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya deteksi dini kanker serviks di Indonesia banyak disebabkan oleh kurangnya tingkat kewaspadaan masyarakat terhadap kanker serviks serta informasi mengenai cara pencegahan dan deteksi dininya. Dalam upaya memerangi kanker servik di masyarakat banyak menemui kendala. Masalah dalam upaya pemeriksaan kanker serviks dengan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) adalah keengganan para perempuan diperiksa karena malu. Penyebab lain seperti keraguan akan pentingnya pemeriksaan, kurangnya pengetahuan tentang pentingnya pemeriksaan, ketidaktahuan yang dilakukan saat pemeriksaan, serta ketakutan merasa sakit pada pemeriksaan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Notoatmodjo (2003), yang menyatakan bahwa pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai sumber informasi sehingga dapat membentuk suatu keyakinan bagi seseorang. Sehingga dalam upaya peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) perlu dilakukan sosialisasi mengenai tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) yang dapat diterima melalui televisi, radio, majalah, serta kader ataupun petugas kesehatan dalam masyarakat. 2.2 Kerangka Konsep Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada skema berikut : Keterangan : Area yang diteliti : Area yang tidak ditelitui : Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Kanker Serviks Dengan Sikap Ibu Untuk Melakukan Tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) 2.3 Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian. Dari hasil kerangka konsep tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang kanker servik dengan sikap ibu untuk melakukan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) maka peneliti dapat memberikan hipotesa bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang kanker serviks dengan sikap ibu untuk melakukan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) di RW 7 Kelurahan Kedungkandang Kecamatan Kedungkandang Kota Malang. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain Penelitian adalah Suatu strategi penelitian dalam mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data dan digunakan untuk mengidentifikasi struktur dimana penenlitian dilaksanakan. (Nursalam, 2008). Desain penelitian ini menggunakan korelasi, maka penelitian yang digunakan adalah survey cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time aproach). Dengan studi ini akan diperoleh prevalensi atau efek suatu fenomena (variabel independen) dihubungkan dengan penyebab (variabel dependen). (Nursalam, 2008 :edisi 2). Penelitian ini menjelaskan tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang kanker serviks dengan sikap ibu untuk melakukan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat). 3.2 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian adalah Pentahapan atau langkah-langkah dalam aktivitas ilmiah yang dilakukan dalam melakukan penelitian (kegiatan sejak awal sampai akhir penelitian). Gambar 3.3 Kerangka Penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Kanker Serviks Dengan Sikap Ibu Untuk Melakukan Tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) 3.3 Sampling Desain 3.3.1 Populasi Penelitian Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti (Notoatmojo, 2002). Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh wanita pasangan usia subur yang berada di RW 7 Kelurahan Kedungkandang Kecamatan Kedungkandang Kota Malang sebanyak 171 orang. 3.3.2 Sampel Penelitian Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subyek penelitian melalui sampling. (Nursalam, 2008). Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah sebagian wanita pasangan usia subur yang berada di RW 7 Kelurahan Kedungkandang Kecamatan Kedungkandang Kota Malang yang memenuhi kriteria. Besarnya sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus: Keterangan: n : Jumlah sampel N : Jumlah populasi d : Tingkat kesalahan yang dipilih (d= 0,05) (Nursalam, 2008) 3.3.3 Kriteria Inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. (Nursalam, 2008). Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : 1. Ibu yang ada di tempat saat penelitian 2. Ibu yang sudah menikah 3. Ibu yang bisa membaca dan menulis 3.3.4 Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab. (Nursalam, 2008). 1. Ibu yang tidak sedang berada di tempat penelitian 2. Ibu yang sakit saat penelitian 3. Ibu yang tidak bisa membaca dan menulis 4. Ibu yang tidak mempunyai anak 3.3.5 Teknik Sampling Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik purposive sampling (jugdemen sampling) adalah suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi yang sesuai dengan kriteria peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian) sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya. (Nursalam, 2008). 3.4 Identifikasi Variabel Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. (Arikunto, 2007). 3.4.1 Variabel Independen Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain. (Nursalam, 2008: 97). Pada penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu tentang kanker serviks. 3.4.2 Variabel Dependen Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain, variabel terikat adalah faktor yang diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas. (Nursalam, 2008: 98). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah sikap ibu untuk melakukan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat). 3.5 Definisi Operasional Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010). Tabel 3.3 Definisi Operasional hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang kanker serviks dengan sikap ibu untuk melakukan tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat). Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Kategori 1. Variabel independen : Tingkat pengetahuan ibu tentang kanker serviks Merupakan hasil tau dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu tentang kanker serviks yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan untuk melakukan deteksi dini kanker serviks Pengetahuan tentang kanker serviks : 1. Pengertian kanker serviks 2. Penyebab kanker serviks 3. Tanda dan gejala kanker serviks 4. Stadium pada kanker serviks 5. Pengobatan kanker serviks Kuesioner Ordinal Jawaban : Benar :skor 1 Salah : skor 0 Kemudian diklasifikasikan : - Pengetahuan baik : 76-100 % - Pengetahuan cukup : 56-75 % - Pengetahuan kurang : 40- 55 % - Pengetahuan tidak baik : < 40 % (Arikunto,2007) Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Kategori 2. Variabel dependen : Sikap ibu untuk melakukan tes IVA Merupakan reaksi atau respons seseorang terhadap suatu stimulus atau objek untuk melakukan deteksi dini adanya kanker serviks dengan tes IVA Sikap ibu untuk melakukan tes IVA Kuesioner Nominal Dengan kategori : - Positif T > mean T
- Negative
T < mean T (Aziz,2007) 3.6 Skoring Skoring adalah pemberian skor penelitian setelah data terkumpul. (Arikunto,2007). Jawaban wawancara yang telah terkumpul masing-masing pertanyaan mempunyai nilai yaitu skor 1 jika benar, skor 0 jika salah, dan skor 0 untuk yang tidak menjawab. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : Keterangan : SP : Skor yang diperoleh SM : Skor maksimal N : Nilai yang didapat Kategori prosentase tingkat pengetahuan tentang kanker serviks, yaitu: Jika skor 76 – 100 % Pengetahuan ibu Baik : dinilai 4 Jika skor 56 – 75 % Pengetahuan ibu Cukup : dinilai 3 Jika skor 40 – 55 % Pengetahuan ibu Kurang : dinilai 2 Jika skor < 40 % Pengetahuan ibu Tidak baik : dinilai 1 Untuk menganalisa data dari aspek sikap ibu untuk melakukan tes IVA pengukuran dilakukan dengan kuesioner sikap, dan kemudian diberi skor. Kemudian skor untuk sikap dijumlahkan semua untuk pengukuran sikap mempergunakan skala Likert kemudian dilakukan perhitungan tingkat sikap dengan rumus (Azwar, 2008) : T= 50+10 Keterangan : T : tingkat sikap responden x : skor responden pada skala sikap menolak diubah menjadi skor T x : skor kelompok s : deviasi standar skor kelompok Kriteria sikap : Favorabel : bila nilai T > 1
Unfavorable : bila nilai T < 1 3.7 Waktu dan Tempat 3.7.1 Waktu Penelitian dilakukan bulan Mei-Juni 2011 3.7.2 Tempat Penelitian ini dilaksanakan di RW 7 Kelurahan Kedungkandang Kecamatan Kedungkandang Kota Malang 3.8 Pengumpulan Data Dan Analisis Data 3.8.1 Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan jenis instrumen angket kuisioner. Pada jenis pengukuran ini peneliti mengumpulkan data secara formal kepada subjek untuk menjawab pertanyaan. Pertanyaan yang diajukan menggunakan pertanyaan terstruktur, subyek hanya menjawab sesuai dengan yang sudah ditetapkan oleh peneliti. (Nursalam, 2008). 3.8.2 Pengumpulan Data 1) Dokumentasi / arsip 2) Quisioner 3) Penelitian 3.8.3 Pengolahan Data Pada penelitian ini mendapatkan data tentang pengetahuan, peneliti membuat kuesioner. Pada variabel pengetahuan jenis kuesioner yang dibuat adalah kuesioner tertutup dengan bentuk kuesioner adalah pilihan ganda dimana jawaban sudah disediakan sehingga responden dapat memilih (Arikunto, 2002). Sedangkan untuk memperoleh data tentang sikap, peneliti telah membuat daftar skala sikap yaitu metode pengungkapan dalam bentuk self report yang hingga kini dianggap sebagai instrumen yang paling dapat diandalkan adalah dengan menggunakan daftar pertanyaan yang harus dijawab individu (Azwar, 2003). Setelah kuesioner dan skala sikap dibuat, lalu diuji validitas dan reliabilitasnya pada wanita yang memenuhi kriteria inklusi yang ikut terlibat dalam proses penelitian. Uji coba instrumen dilakukan pada 20 responden. Uji validitas dilakukan dengan analisis butir kuesioner menggunakan rumus korelasi Product moment melalui program komputer SPSS. Skor yang ada pada butir dikorelasikan dengan skor total. Skor butir dipandang sebagai X dan skor total dipandang sebagai Y. Rumus korelasi produt moment: r = Keterangan : X = skor pertanyaan no. 1 Y = skor total N= jumlah responden untuk menguji instrumen Dengan diperoleh indeks validitas setiap butir dapat diketahui manakah yang memenuhi syarat validitas. Uji validitas kuesioner ini menghasilkan indeks korelasi (r) pada rentang. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat dapat dipercaya atau diandalkan (Notoatmodjo, 2005). Uji reliabilitas kuesioner dalam proposal penelitian dilakukan dengan internal consisteny (tehnik konsistensi Internal) dilakukan dengan memfokuskan diri pada unsur – unsur internal yaitu butir – butir pertanyaan atau soal. Pengukuran reliabilitas instrumen dilakukan dengan Alpna Cronbah dengan taraf signifikasi 5%, rumus : r1 = keterangan : K = Banyaknya item soal S1² = Jumlah varians item S1² = Varians total Jika pengujian kuesioner didapatkan nilai r: > 0,600 maka kuesioner dinyatakan reliabel.
Menurut Ibnu Fajar, dkk (2009) langkah-langkah pengolahan data terdiri beberapa tahap, antara lain :
1) Editing
Editing adalah merupakan kegiatan memeriksa kembali kuisioner (daftar pertanyaan) yang telah diisi pada saat pengumpulan data.
2) Coding
Coding merupakan kegiatan merubah data ke dalam bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode-kode tertentu. Peneliti memberi tanda kode jawaban responden sesuai ketentuan.
• Kode Responden :
R1 : Responden 1
R2 : Responden 2
R3 : Responden 3, dan seterusnya.
• Kode Pertanyaan :
Pertanyaan no 1 diberi kode 1, pertanyaan no 2 diberi kode 2, pertanyaan no 3 diberi kode 3, dan seterusnya.
3) Tabulating
Tabulating merupakan proses pengolahan data yang bertujuan untuk membuat tabel-tabel yang dapat memberikan gambaran statistik.
3.8.4 Analisa Data
Analisa data merupakan suatu proses atau analisa yang dilakukan secara sistematis terhadap data yang telah dikumpulkan dengan tujuan supaya trend dan relationship bisa dideteksi. (Nursalam, 2001). Teknik pengolahan data pada penelitian dilakukan menggunakan chi-square dengan rumus :

X2=
Keterangan :
Oij : Jumlah observasi pada kasus-kasus yang dikategorikan dalam baris ke-1 dalam kolom ke-j
Eij : Jumlah kasus yang diharapkan yang dikategorikan dalam baris ke-1 dalam kolom ke-j
i : Baris
j : Kolom
(Fajar, 2009)
Hasil Chi Square yaitu apabila X2 hitung > X2 tabel maka H1 diterima berarti ada hubungan antar variabel, sebaliknya jika X2 hitung < X2 tabel maka H1 ditolak berarti tidak ada hubungan antar variabel.

3.9 Etika Penelitian
Masalah etika penelitian kebidanan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian kebidanan berhubungan langsung dengan manusia. Maka dari segi etika penelitian harus diperhatikan, masalah etika harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut : (Aziz, 2007).
1. Informed Consent (Lembar Persetujuan menjadi Responden)
Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti. Peneliti menjelaskan maksud dari penelitian serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data.
2. Anonimity (Tanpa Nama)
Untuk menjaga kerahasiaan sampel, peneliti tidak mencantumkan nama dan subyek pada lembar observasi, tetapi lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Semua informasi yang telah didapatkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, haknya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan dalam hasil penelitian.

Kamis, 16 Juni 2011

Mengenal IGUANA,,,,,

Nama Iguana hijau
Nama Latin Iguana iguana
Negara Asal
Amerika bagian Tengah dan bagian Selatan Central and South America. Iguana yang import kebanyakan dari Columbus, El Salvador, Hoduras, Peru, Mexico dan Suriname.
Size: Iguana dewasa bisa mencapai 1.8 mtr.
Umur: Apabila di pelihara dengan baik bisa mencapai usia 20 tahun.
Catatan: Banyak orang yang berpikir bahwa Iguana adalah hewan untuk pemula dalam pemeliharaan reptile, tapi sebetulnya itu adalah hal yang keliru. Iguana memerlukan penanganan yang serius yang biasanya diluar dari kemampuan pemula. Hal ini disebabkan kurangnya informasi dan pengetahuan yang menyebabkan Iguana mati sebelum dewasa. Dalam memelihara Iguana, harus memperhatikan kandang dan makanan.
Penampilan Umum: Iguana adalah hewan yang paling sering dikenal sibagai Kadal. Iguana memiliki lima jari di tiap kakinya, memiliki “jengger”. Semua jenis Iguana memiliki duri yang berada di sepajang punggungnya. Berbeda dengan yang diketahui masyrakat bahwa warna iguana adalah hijau, semua juvenil mempunyai warna hijau, tapi setelah mereka dewasa, warna tubuhnya berubah menjadi coklat cenderung oranye dengan garis pada ekornya.
Kandang: 2.5 – 3.6 M Panjang x 1.2 – 1.5 lebar x 1.8 m Tinggi. Tempat minum harus disediakan di dalam kandang. Ranting untuk menajat atau pohon juga bisa disedikan di dalam kandang.
Temperature: Iguanas berasal dari tempat yang bersuhu tropic dan perlu tempat yang hangat, Suhu yang baik adalah 26 C s/d 29 C, tempat berjemur 32 C s/d 35 C. sebaiknya di kandang di pasang Thermometer untuk memantau keadaan suhu.
Panas dan Pencahayaan: Sinar UV baik untuk menjaga metabolism dan pertumbuhan tulang pada Iguana, Tanpa sinar ultra violet Iguana akan mudah sakit dan bisa menyebabkan kematian.
Alas: Iguanas sering kali menggunakan lidahnya untuk mengidentasi suatu benda maka alas yang berbahan dari serutan kayu tidak bisa digunakan karena akan menyebabkan tertelannya benda yang ada. Sebagai alas bisa digunakan Kertas koran atau kertas bekas, bisa juga di gunakan sejenis carpet karet atau bisa juga digunakan
Kelembaban: Kelembaban yang disukai adalah 65 % – 75 % . bisa digunakan pengairan yang menggunakan mesin atau pun bisa juga disemprot sehari dua kali untuk mempertahankan kelembaban.
Diet: Iguana adalah binatang pemakan tumbuhan. Sebaiknya untuk memberikan makanan dari bahan yang terbuat dari tumbuahn yang terdiri dari 40 – 45 % hijau –hijauan (collard, turnip, mustard, dandelion, escalore dan Cress), Kemudian 40 – 45% adalah Sayuran (green bean, butternut, kabocha, snap dan atau peas, pasnip, asparagus, okra, alfalfa (yang matang bukan tunas), onions, mushrooms, bell peppers, sweet potato, zucchini, yellow squash dan carrot ). 5 – 10 % adalah (Blackberris, strawberri, raspberri, grapes, manggo, melon, papaya, banana dan apel.) Tidak dianjurkan memberi makanan dari tanaman liar karena bisa menyebabkan iguana terkena penyakit.
Maintenance: Jagalah agar kandang selalu bersih, alas dan kandang bisa dibersihkan dengan pemutih dicampur air sebnyak 5 %, setelah itu disiram dengan air bersih agar sisa pemutihnya hilang, dan tidak meracuni Iguana. Selalu cuci sebelum dan setelah memegang iguana dan atau alat-alatnya.